Hereditas adalah pewarisan sifat dari induk kepada keturunannya. Keturunan yang dihasilkan dari perkawinan dua individu memiliki sifat-sifat yang mengikuti aturan tertentu. Sifat-sifat yang muncul pada keturunan ditentukan oleh gen-gen yang dimiliki kedua orangtuanya. Aturan-aturan dalam pewarisan sifat ini disebut sebagai pola-pola hereditas.
Teori tentang pewarisan sifat pertama kali dikemukakan oleh Gregor Mendel pada tahun 1865. Beliau menggunakan kacang kapri (Pisum sativum) sebagai objek penelitiannya. Kapri yang memiliki sifat berbeda-beda disilangkan hingga diperoleh aturan pewarisan sifat yang disebut hukum mendel I dan hukum II.
Istilah dalam Genetika / Pewarisan Sifat
- Parental: induk atau orang tua atau tetua. Parental disingkat P.
- Filial: keturunan yang diperoleh sebagai hasil dari perkawinan parental. Keturunan pertama disingkat F1, keturunan kedua disingkat F2, keturunan ketiga disingkat F3, dan seterusnya.
- Dominan: sifat yang muncul pada keturunan, yang artinya dalam suatu perkawinan sifat ini dapat mengalahkan sifat pasangannya.
- Resesif: sifat yang muncul pada keturunan, yang artinya dalam suatu perkawinan sifat ini dapat dikalahkan oleh sifat pasangannya.
- Gen dominan: gen yang dapat mengalahkan atau menutupi gen lain yang merupakan pasangan alelnya dan memakai simbol huruf besar.
- Gen resesif: gen yang dikalahkan atau ditutupi oleh gen lain yang merupakan pasangan alelnya dan memakai simbol huruf kecil.
- Genotip: susunan genetik suatu sifat yang dikandung suatu individu yang menyebabkan munculnya sifat-sifat pada fenotip.
- Fenotip: sifat lahiriah yang merupakan bentuk luar yang dapat dilihat atau diamati.
- Alel: anggota pasangan gen yang mempunyai sifat alternatif sesamanya. Gen-gen ini terletak pada lokus yang bersesuaian dari suatu kromosom yang homolog.
- Homozigot: pasangan alel dengan gen yang sama, keduanya gen dominan atau resesif.
- Heterozigot: pasangan alel dengan gen yang tidak sama, yang satu gen dominan dan lainnya gen resesif.
- Pembastaran/hibrida: perkawinan antara dua individu yang mempunyai sifat beda.
Percobaan monohibrid dan hukum Mendel I
Percobaan monohibrid merupakan percobaan dengan satu sifat beda saja yang diperhatikan. Misalnya kapri berbunga ungu disilangkan dengan kapri berbunga putih. Pada persilangan tersebut hanya terdapat satu sifat saja yang diperhatikan yaitu warna bunga. Pada persilangan tersebut, semua keturunan yang dihasilkan memiliki warna bunga ungu. Percobaan Monohibrid dan Hukum Mendel I
Mengapa warna putih tidak muncul? Hal tersebut disebabkan warna ungu bersifat dominan sedangkan warna putih bersifat resesif. Sifat dominan lebih ungul dari sifat resesif sehingga sifat yang muncul pada keturunan yang pertama semuanya adalah ungu. Kemudian ketika keturunan tersebut dikawinkan dengan sesamanya diperoleh kapri yang berbunga ungu 75% dan berbunga putih 25%. Sehingga perbandingan fenotip pada keturunan keduanya = warna bunga ungu : warna bunga putih = 3 : 1
Perbandingan fenotip pada F2 = warna ungu : warna putih = 3:1
Dari hasil persilangan tersebut Mendel dapat menyimpulkan bahwa pasangan gen-gen akan berpisah secara bebas dalam pembentukan gamet. Kesimpulan tersebut kemudian yang disebut sebagai hukum mendel I.
Percobaan dihibrid dan hukum Mendel II
Percobaan dihibrid adalah percobaan dengan menggunakan dua sifat beda. Misalnya saja persilangan antara kapri berbiji bulat kuning dengan kapri keriput hijau. Pada persilangan ini terdapat dua sifat yang diperhatikan yaitu, bentuk biji kapri dan warna biji kapri. Keturunan pertama dari induk tersebut semuanya menghasilkan kapri dengan biji bulat kuning. Namun ketika keturunan tersebut dikawinkan dengan sesamanya diperoleh perbandingan fenotip = bulat kuning : bulat hijau : keriput kuning : keriput hijau = 9:3:3:1
Perhatikanlah bagan persilangan berikut.
Perbandingan fenotip pada F2 = bulat kuning : buat hijau : keriput kuning : keriput hijau = 9:3:3:1
Dari hasil persilangan tersbut Mendel dapat menyimpulkan bahwa dalam proses pembentukan gamet, setiap pasang alel (sifat) akan bersegregasi (berpasangan) secara bebas dengan alel dari lokus lainnya. Kesimpulan tersebut kemudian yang disebut sebagai hukum mendel II.

Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Pada persilangan dihibrid pada keturunan ke-2 (F2) akan mempunyai perbandingan fenotip = 9:3:3:1. Tetapi dalam keadaan tertentu perbandingan fenotip tersebut tidak berlaku. Dari beberapa percobaan, ternyata ada penyimpangan hukum Mendel. Hal itu dapat terjadi karena adanya interaksi antargen, atau suatu gen dipengaruhi oleh gen lain untuk memunculkan sifat tertentu sehingga menyebabkan perbandingan fenotip yang keturunannya menyimpang dari hukum Mendel. Keadaan semacam ini disebut penyimpangan hukum Mendel.
Adapun penyimpangan semu dari Hukum Mendel yakni:
- Atavisme / Interaksi Gen adalah penyimpangan semu dengan sifat baru yang berbeda dengan kedua induknya dengan hasil F2 = 9:3:3:1.
- Epistasis resesif / Kriptomeri, adalah penyimpangan semu dengan perbandingan F2 = 9: 3 : 4
- Epistasis resesif rangkap / Komplementer adalah penyimpangan semu dengan perbandingan F2 = 9 : 7
- Epistasis dominan rangkap / Polimeri adalah penyimpangan semu dengan perbandingan F2 = 15 : 1
- Epistasis dominan / Epistasis dan Hipostasis adalah penyimpangan semu dengan perbandingan F2 = 12 : 3 : 1
- Epistasis dominan resesif adalah penyimpangan semu dengan perbandingan F2 = 13 : 3
- Interaksi gen rangkap dengan pengaruh kumulatif adalah penyimpangan semu dengan perbandingan F2 = 9 : 6 : 1